Indonesia
dikenal dengan sebutan negara agraris karena memang dari nenek moyang kita dulu
selain berprofesi sebagai pelaut (kan ada tuh lagunya; “....nenek moyangku
seorang pelaut gemar meraung luas samudera... na..nanananna.....”) juga
berprofesi sebagai pelaku di bidang pertanian (baca:petani). Salah satu yang
menjadi kendala dalam ruang lingkup pertanian adalah Organisme Pengganggu
tanaman (OPT) yang tak kunjung mereda, bahkan berganti peran tiap masa (intro dulu coy... biar kayak di media media masa getoh..)
Masih lekat di pikiran kita
permasalahan serangan hama wereng coklat pada tanaman padi, kemudian serangan
Uret di berbagai tanaman komoditas salah satunya adalah tanaman tebu dan masih
banyak lagi.
Nah tahukah kita, mereka (para hama)
apa mau di cap dengan julukan “hama”, tentu tidak!!, julukan hama serta merta
karena diberikan begitu saja tanpa ada persetujuan dari yang bersangkutan
(baca: para makhluk yang katanya kita-kita itu hama).
La terus, mereka nyerang
tanaman budidaya begitu aja apa bukan hama namanya, nyerang gitu aja, kenyang
terus puas, abis itu berpindah ke tempat lain tanpa dosa. Gitu apa bukan hama
namanya??
Ya
seandainya si makhluk itu punya akal ataupun punya kemampuan berpikir tentu
saja bisa saja kita adakan forum diskusi khusus dengan mereka. Tapi sayangnya
mereka bukan manusia, mereka makhluk hidup lain yang hidup berbarengan dengan
kita yang tidak diberikan anugerah seperti kita.
So,
trus itu apa namanya coba?
Mereka
melakukan itu hanya karena mereka ingin menyalurkan naluri makan mereka. That’s
all. Terus jika ada pertanyaan kok mereka makan segitu banyaknya, kok rakus
banget ya mereka, gag tau apa para petani menangis darah gara gara mereka..
yeah sekali lagi kalau saja mereka punya kompromi untuk diajak berdiskusi
layaknya kita manusia. Hehehe
Para
makhluk yang dikatain hama oleh kita, tentu cap itu tidak terlalu parah seperti
apa yang kita cap ke mereka. Sekali lagi mereka melakukan itu semua karena
sebagai salah satu proses mempertahankan hidup dan keturunan yaitu makan dan berkembang biak.
Kemudian ketika terus aja makan tanpa sisa, maka berarti ada yang kurang
seimbang dalam tatanan itu.
Tahukan
kita soal rantai makanan, (pelajaran smp itu waktu penulis masih belia dulu; liat gambar diatas)
ada proses makan memakan dalam rantai makanan, kayak contohnya ada tikus – ular
– rajawali itu adalah contoh rantai makanan. Tikus dimakan oleh ular, ular pun
akan dimakan oleh rajawali, rajawali mati dan begitu seterusnya, ada cyrcle di
dalamanya, ada keseimbangan di dalamnya. Keseimbangan alam inilah yang menjaga agar tidak membludaknya salah satu spesies, karena dikendalikan oleh spesies lainnya.
Nah ketika tidak ada keseimbangan
rantai makanan dalam sebuah ekosistem semisala adanya tikus merajalela,
menyerang tanaman padi menjadi wabah tanaman padi, patut kita analisa bahwa makhluk
satu tingkat di atas tikus (baca:musuh alami) yaitu ular dalam ekosistem
tersebut tidak ada atau dalam kondisi sangat memprihatinkan populasinya. Itu
juga yang terjadi pada kejadian kejadian munculnya endemik suatu populasi
“hama” di berbagai ekosistem. Di duga kuat putusnya rantai makanan, tidak
seimbangnya lagi alur cyrcle, musuh alami punah di ekosistem tersebut.
Hilangnya musuh alami ini menjadi salah satu akibat membludaknya pouplasi hama
pada suatu ekosistem.
La terus kemana para musuh alami dari hama-hama tersebut?
Banyak
sebab yang mengakibatkan itu terjadi,
musuh alami itu hilang atau tiada di dalam rantai makanan tersebut
karena salah satu pemeran utamanya adalah kita manusia, baik itu secara sadar
atau tidak.
Adanya
perburuan ular oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga
mengurangi populasi ular di ekosistem jelas ini memacu perkembangan hama tikus.
Selain itu, kebijakan pada orde baru yang menuntut adanya swasembada pangan,
memacu para pelaku pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman pangan,
didukung lagi dengan subsidi gede-gedean pupuk kimia dan pestisda kimia dari
pemerintah, pokok apapun itu akan diusahakan demi tercapainya swasembada
pangan, paradigma bergeser ke arah “hasil” sehingga apapun bisa dilakukan demi
tercapainya itu, melupakan aspek lain. Secara kasat mata atau jangka pendek
memang menampakkan hasil yang signifikan, hasil melimpah. Namun tak terasa ada
efek yang menghantui, yang saat ini kita menuai itu bersama, pembludakan hama,
munculnya hama baru, kerusakan lahan, degradasi tanah dan masih banyak lagi
lainnya.
Penggunaan
pestisida kimiawi secara saporadis mengakibatkan hama itu mati, bahkan musuh
alaminya pun juga ikut-ikutan mati, munculnya hama yang lebih resisten atau
hama baru karena musuh alaminya mati duluan, punah dari peredaran ekosistem.
Hama wereng coklat dahulu bukan merupakan hama primer pada tanaman padi, wereng
coklat belum dikatakan sebagai hama pada saat itu, tapi kini hama wereng coklat
mengambil singgasana hama utama padi sebelumnya yang diduduki oleh
pendahulunya, bahkan saat ini kekuasaan si wereng coklat lebih diktator tak
kenal pandang bulu, lebih kebal terhadap segala upaya pengendalian yang dibuat
manusia, tingkat regenarsi yang begitu cepat, mempunyai makanan alternatif lain
yang ada disana sini. Salah satu efek terjadinya ini semua adalah karena musuh
alami dari wereng coklat dahulu yang mampu menjaga keseimbangan populasi dari
wereng coklat ini telah musnah karena pengendalian yang terlalu arogan. Belum
lagi efek dari pengendalaian, mengakibatkan wereng coklat dan kerabat hama
lainnya meningkatkan kekebalan mereka terhadap pengaruh pestisida bahkan muncul biotipe baru dari wereng coklat ini.
Sekali
lagi menjadi hama bukanlah keinginan mereka, mereka bukan seperti
kita mansia yang punya akal sehat, mereka hanya memuaskan naluri makan mereka.
Untuk mengendalikan mereka tentunya dengan arahanyang bijak, kita sebagai
manusia sebagai pemuncak tertinggi dalam rantai makanan dengan anugerah yang
tidak dimiliki makhluk lainya tentu harus bijak dalam menyikapi dan bertindak
serta tentunya bisa mengendalikan dengan bijak.
Mari kita keluar dari singgasana yang selama ini kita agung-agungkan
mencoba untuk membuka mata lebar-lebar
untuk melihat alam, belajar dari alam :)
Jember, 4 Maret 20-13