Kamis, 07 Maret 2013

Jangan Panggil aku Hama



Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris karena memang dari nenek moyang kita dulu selain berprofesi sebagai pelaut (kan ada tuh lagunya; “....nenek moyangku seorang pelaut gemar meraung luas samudera... na..nanananna.....”) juga berprofesi sebagai pelaku di bidang pertanian (baca:petani). Salah satu yang menjadi kendala dalam ruang lingkup pertanian adalah Organisme Pengganggu tanaman (OPT) yang tak kunjung mereda, bahkan berganti peran tiap masa (intro dulu coy... biar kayak di media media masa getoh..)

Masih lekat di pikiran kita permasalahan serangan hama wereng coklat pada tanaman padi, kemudian serangan Uret di berbagai tanaman komoditas salah satunya adalah tanaman tebu dan masih banyak lagi.





Nah tahukah kita, mereka (para hama) apa mau di cap dengan julukan “hama”, tentu tidak!!, julukan hama serta merta karena diberikan begitu saja tanpa ada persetujuan dari yang bersangkutan (baca: para makhluk yang katanya kita-kita itu hama). 

La terus, mereka nyerang tanaman budidaya begitu aja apa bukan hama namanya, nyerang gitu aja, kenyang terus puas, abis itu berpindah ke tempat lain tanpa dosa. Gitu apa bukan hama namanya??
Ya seandainya si makhluk itu punya akal ataupun punya kemampuan berpikir tentu saja bisa saja kita adakan forum diskusi khusus dengan mereka. Tapi sayangnya mereka bukan manusia, mereka makhluk hidup lain yang hidup berbarengan dengan kita yang tidak diberikan anugerah seperti kita.

So, trus itu apa namanya coba?
Mereka melakukan itu hanya karena mereka ingin menyalurkan naluri makan mereka. That’s all. Terus jika ada pertanyaan kok mereka makan segitu banyaknya, kok rakus banget ya mereka, gag tau apa para petani menangis darah gara gara mereka.. yeah sekali lagi kalau saja mereka punya kompromi untuk diajak berdiskusi layaknya kita manusia. Hehehe

Para makhluk yang dikatain hama oleh kita, tentu cap itu tidak terlalu parah seperti apa yang kita cap ke mereka. Sekali lagi mereka melakukan itu semua karena sebagai salah satu proses mempertahankan hidup dan keturunan yaitu makan dan berkembang biak. Kemudian ketika terus aja makan tanpa sisa, maka berarti ada yang kurang seimbang dalam tatanan itu.

Tahukan kita soal rantai makanan, (pelajaran smp itu waktu penulis masih belia dulu; liat gambar diatas) ada proses makan memakan dalam rantai makanan, kayak contohnya ada tikus – ular – rajawali itu adalah contoh rantai makanan. Tikus dimakan oleh ular, ular pun akan dimakan oleh rajawali, rajawali mati dan begitu seterusnya, ada cyrcle di dalamanya, ada keseimbangan di dalamnya. Keseimbangan alam inilah yang menjaga agar tidak membludaknya salah satu spesies, karena dikendalikan oleh spesies lainnya.

Nah ketika tidak ada keseimbangan rantai makanan dalam sebuah ekosistem semisala adanya tikus merajalela, menyerang tanaman padi menjadi wabah tanaman padi, patut kita analisa bahwa makhluk satu tingkat di atas tikus (baca:musuh alami) yaitu ular dalam ekosistem tersebut tidak ada atau dalam kondisi sangat memprihatinkan populasinya. Itu juga yang terjadi pada kejadian kejadian munculnya endemik suatu populasi “hama” di berbagai ekosistem. Di duga kuat putusnya rantai makanan, tidak seimbangnya lagi alur cyrcle, musuh alami punah di ekosistem tersebut. Hilangnya musuh alami ini menjadi salah satu akibat membludaknya pouplasi hama pada suatu ekosistem.

La terus kemana para musuh alami dari hama-hama tersebut?
Banyak sebab yang mengakibatkan itu terjadi,  musuh alami itu hilang atau tiada di dalam rantai makanan tersebut karena salah satu pemeran utamanya adalah kita manusia, baik itu secara sadar atau tidak.
Adanya perburuan ular oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga mengurangi populasi ular di ekosistem jelas ini memacu perkembangan hama tikus. Selain itu, kebijakan pada orde baru yang menuntut adanya swasembada pangan, memacu para pelaku pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, didukung lagi dengan subsidi gede-gedean pupuk kimia dan pestisda kimia dari pemerintah, pokok apapun itu akan diusahakan demi tercapainya swasembada pangan, paradigma bergeser ke arah “hasil” sehingga apapun bisa dilakukan demi tercapainya itu, melupakan aspek lain. Secara kasat mata atau jangka pendek memang menampakkan hasil yang signifikan, hasil melimpah. Namun tak terasa ada efek yang menghantui, yang saat ini kita menuai itu bersama, pembludakan hama, munculnya hama baru, kerusakan lahan, degradasi tanah dan masih banyak lagi lainnya.

Penggunaan pestisida kimiawi secara saporadis mengakibatkan hama itu mati, bahkan musuh alaminya pun juga ikut-ikutan mati, munculnya hama yang lebih resisten atau hama baru karena musuh alaminya mati duluan, punah dari peredaran ekosistem. Hama wereng coklat dahulu bukan merupakan hama primer pada tanaman padi, wereng coklat belum dikatakan sebagai hama pada saat itu, tapi kini hama wereng coklat mengambil singgasana hama utama padi sebelumnya yang diduduki oleh pendahulunya, bahkan saat ini kekuasaan si wereng coklat lebih diktator tak kenal pandang bulu, lebih kebal terhadap segala upaya pengendalian yang dibuat manusia, tingkat regenarsi yang begitu cepat, mempunyai makanan alternatif lain yang ada disana sini. Salah satu efek terjadinya ini semua adalah karena musuh alami dari wereng coklat dahulu yang mampu menjaga keseimbangan populasi dari wereng coklat ini telah musnah karena pengendalian yang terlalu arogan. Belum lagi efek dari pengendalaian, mengakibatkan wereng coklat dan kerabat hama lainnya meningkatkan kekebalan mereka terhadap pengaruh pestisida bahkan muncul biotipe baru dari wereng coklat ini.

Sekali lagi menjadi hama bukanlah keinginan mereka, mereka bukan seperti kita mansia yang punya akal sehat, mereka hanya memuaskan naluri makan mereka. Untuk mengendalikan mereka tentunya dengan arahanyang bijak, kita sebagai manusia sebagai pemuncak tertinggi dalam rantai makanan dengan anugerah yang tidak dimiliki makhluk lainya tentu harus bijak dalam menyikapi dan bertindak serta tentunya bisa mengendalikan dengan bijak. 

Mari kita keluar dari singgasana yang selama ini kita agung-agungkan
mencoba untuk membuka mata lebar-lebar 
untuk melihat alam, belajar dari alam :)


Jember, 4 Maret 20-13



0komentar:

Posting Komentar

 
;