Senin, 15 April 2013

Teroris dan Agamis

sebuah tindakan yang dipaksakan untuk berkolerasi dengan sebuah kepercayaan adalah hal pembodohan,, bagaimana mungkin kita yang melakukan sebuah tindakan namun berimbas pada sesuatu yang tidak ada hubungan secara langsung.

semoga cerita berikut bisa sedikit bisa menjelaskan..

Diujung desa tak bertuan,
Hidup seorang Pak Tua yang selama hidupnya hidup beriringan dengan kedamaian alam, belum pernah berkecimpung dengan keramaian. Sampai pada suatu saat Pak Tua diajak oleh anak anaknya untuk merasakan gemerlapnya kota, tentunya merupakan hal yang baru bagi Pak Tua. Sesampainya di kota, Pak Tua tak henti menggelengkan kepala melihat segala bentuk kehebatan bercampur kecongkak'an manusia jaman sekarang, entah kagum atau miris.
Pak Tua tinggal di kediaman anak bungsunya yang tepat berada di tengah kota, di tengah hiruk pikuk. ketika sedang beristirahat Pak Tua merasa terganggu dengan sebuah suara yang memekikkan telinga, dalam benaknya belum pernah dia mendengar suara setidak enak ini. Pak Tua mencoba menelusuri sumber suara sampai dia menemukan seorang anak kecil yang sedanga belajar memainkan sebuah biola. Sambil menggerutu Pak Tua berkata dalam benaknya betapa jeleknya suara biola tersebut lebih mengerikan daripada suara petir halilintar, dan menyimpulkan tak akan pernah mau lagi suara mengerikan tersebut dari biola.
Suatu waktu Pak Tua berjalan jalan lagi menelusuri kota, di tengah langkah tuanya, Pak Tua kembali mendengarkan suara yang begitu indah, begitu merdu, elok, suara indah yang belum pernah dia temui sebelumnya di desa tempat dia tinggal. Pak Tua kembali menelusuri dan mencari sumber suara tersebut, sampai dia bertemu dengan seorang nenek tua, seorang maestro,  sedang memainkan biolanya.
Seketika Pak Tua menyadari kekeliruannya, suara yang tidak mengenakkan yang didengarnya kemarin bukannlah berasal dari biola, bukan pula sang anak kecil. itu hanyalah proses belajar sang anak kecil yang belum bisa memainkan biola dengan baik.

Kawan,
hal ini sama seperti agama. Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang "menggebu gebu" terhadap kepercayaannya, tidaklah benar untuk menyalahkan agamanya. itu hanyalah proses belajar seorang pemula yang belum bisa memainkan agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang menginspirasi.

saat ini entah doktrin dogma yang terlalu memaksakan kehendak, sebuah tindakan dan perilaku terhadap sesuatu kerap dihubungkan dengan sebuah aliran kepercayaan. sebuah cara yang cukup keji bagi saya, dan jelas tak masuk akal, sampai sampai efek dari ini semua adalah timbul rasa tidak percaya dari sesama penganutnya. mereka lebih takut dengan sesama ketimbang yang bukan sesamanya.

Teroris adalah sebuah tindakan yang salah, bukanlah sebuah aliran apalagi sampai menyangkut ke sebuah kepercayaan.
seorang yang agamis lebih mudah di nilai sebagai pelaku teroris ketimbang yang bukan, sehingga banyak penganutnya merasa takut untuk menjadi lebih agamis, karena takut akan di cap teroris.

mari kita melihat sisi yang lebih dari satu, jangan mudah berkesimpulan dari sudut pandang yang miskin, analisa yang faqir.

mari pula bersama bertindak tanduk sesuai dengan aqidah yang telah diajarkan sesuai dengan dasar yang diturunkan, agar orang yang mengenal kita, menjadi mengenal agama kita karena mengenal kita.





inspired from
Ajahn Brahm "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya"
Mario Teguh "edisi malam kemenangan"

0komentar:

Posting Komentar

 
;